Bagi seorang HR pemula, proses rekrutmen kerap menjadi salah satu tantangan terbesar. Mencari karyawan baru bukan sekadar mengisi posisi kosong, tetapi memastikan bahwa orang tersebut benar-benar bisa membawa nilai bagi perusahaan. Perekrutan yang salah dapat menyebabkan kerugian besar, baik dari sisi biaya maupun waktu. Bayangkan perusahaan harus melatih ulang, membayar pesangon, atau bahkan menghadapi masalah produktivitas karena salah memilih orang.
Untuk menghindari hal tersebut, HR perlu memiliki strategi yang terstruktur dan sistematis. Artikel ini akan membahas langkah-langkah praktis merekrut karyawan berkualitas, mulai dari perencanaan kebutuhan, membuat job description, memilih kanal rekrutmen, menggunakan teknologi ATS, hingga proses onboarding. Setiap bagian dilengkapi dengan contoh nyata agar mudah dipahami dan diterapkan oleh HR pemula.
1. Menentukan Kebutuhan Perusahaan
Langkah awal dalam rekrutmen adalah memahami apa yang benar-benar dibutuhkan perusahaan. HR tidak bisa sekadar membuka lowongan tanpa pertimbangan. Diskusi dengan manajer lini atau kepala departemen sangat penting untuk mengetahui posisi apa yang kosong, alasan kebutuhan tersebut, dan kualifikasi seperti apa yang dicari.
Tanpa tahap ini, perusahaan bisa salah arah: merekrut kandidat yang tidak sesuai, atau bahkan membuka posisi yang sebenarnya tidak terlalu diperlukan. HR baru sering terjebak dengan asumsi bahwa setiap permintaan hiring harus langsung dieksekusi. Padahal, lebih baik memastikan kebutuhan terlebih dahulu agar biaya rekrutmen tidak sia-sia.
Contoh praktis:
Sebuah startup e-commerce melihat adanya lonjakan keluhan pelanggan dalam tiga bulan terakhir. HR kemudian berdiskusi dengan tim operasional dan menemukan bahwa jumlah staf Customer Service tidak lagi memadai. Solusinya bukan sekadar menambah karyawan, tetapi merekrut seseorang dengan kemampuan komunikasi yang baik, sabar, dan terbiasa bekerja dengan sistem chat. Dengan begitu, masalah benar-benar bisa teratasi.
2. Membuat Job Description yang Menarik
Setelah kebutuhan jelas, langkah berikutnya adalah menulis job description (JD). JD yang baik akan menarik kandidat yang tepat sekaligus menyaring kandidat yang tidak relevan. Sayangnya, banyak HR pemula menulis JD yang terlalu panjang, penuh jargon, atau bahkan copy-paste dari perusahaan lain.
Job description sebaiknya singkat, jelas, dan menggambarkan tanggung jawab utama serta kualifikasi minimum. Selain itu, JD juga perlu mencerminkan budaya perusahaan. Kandidat berkualitas biasanya tidak hanya melihat tugas, tetapi juga apakah perusahaan sesuai dengan nilai dan gaya kerja mereka.
Contoh praktis:
Daripada menulis: “Bertanggung jawab atas pelayanan pelanggan”, HR menulis:
“Menangani pertanyaan pelanggan melalui chat, email, dan telepon dengan respon cepat dan ramah. Menyediakan solusi yang tepat serta menjaga kepuasan pelanggan.”
Kalimat ini lebih jelas dan membantu kandidat membayangkan pekerjaan sehari-hari.
3. Memilih Kanal Rekrutmen yang Tepat
Tidak semua posisi efektif diiklankan di tempat yang sama. Kanal rekrutmen harus dipilih berdasarkan karakteristik posisi dan target kandidat. HR pemula seringkali hanya memasang lowongan di satu portal, padahal strategi multi-kanal lebih efektif.
LinkedIn misalnya, cocok untuk posisi manajerial dan profesional. Sementara JobStreet, Glints, dan Kalibrr efektif untuk entry-level hingga mid-level. Media sosial seperti Instagram dan TikTok kini juga banyak digunakan untuk menjangkau kandidat Gen Z. Sedangkan referral program bisa menjadi cara cepat mendapatkan kandidat yang sudah terbukti kualitasnya.
Contoh praktis:
Sebuah perusahaan retail ingin mencari staf kasir. HR menyebarkan lowongan di JobStreet dan portal universitas karena targetnya fresh graduate. Untuk mencari Marketing Manager, HR memasang iklan di LinkedIn karena kandidat yang dicari harus punya pengalaman profesional.
4. Memanfaatkan Teknologi Rekrutmen (ATS)
Saat jumlah pelamar banyak, HR tidak mungkin menyaring manual semua CV. Spreadsheet bisa membantu, tetapi cepat menjadi berantakan. Inilah alasan Applicant Tracking System (ATS) semakin populer. ATS memungkinkan HR untuk mengelola lamaran, memfilter kandidat sesuai kriteria, dan melacak status kandidat secara real-time.
Dengan ATS, HR bisa fokus pada analisis kualitas kandidat, bukan tenggelam dalam pekerjaan administratif. Banyak ATS modern juga sudah terintegrasi dengan kalender untuk penjadwalan wawancara otomatis, hingga integrasi dengan email untuk komunikasi yang lebih mudah.
Baca selengkapnya: Rekomendasi Software ATS di Indonesia 2025
Contoh praktis:
Perusahaan membuka lowongan Digital Marketing dan menerima 700 lamaran. Dengan ATS, sistem otomatis memfilter hanya kandidat dengan pengalaman Google Ads minimal 2 tahun. Dari 700 lamaran, shortlist langsung menyusut menjadi 60 kandidat yang relevan. HR pun bisa lebih cepat melanjutkan ke tahap wawancara.
5. Menyaring Kandidat dengan Efektif
Screening adalah seni dan sains. HR pemula sering hanya melihat gelar pendidikan, padahal pengalaman nyata dan soft skills tidak kalah penting. Proses screening yang baik mempertimbangkan kesesuaian keterampilan teknis, pengalaman kerja, dan kecocokan budaya.
Membuat sistem penilaian sederhana bisa membantu HR lebih objektif. Misalnya, memberi skor berdasarkan pengalaman, sertifikasi, atau skill tertentu. Cara ini membuat shortlist kandidat lebih akurat.
Contoh praktis:
Dua orang melamar posisi Finance Staff.
-
Kandidat A lulusan S1 Akuntansi tanpa pengalaman.
-
Kandidat B lulusan D3, tapi punya 2 tahun pengalaman di kantor akuntan publik.
Dengan mempertimbangkan kebutuhan langsung perusahaan, HR memilih kandidat B karena pengalaman kerja nyata lebih relevan dibanding sekadar gelar.
6. Melakukan Wawancara yang Tepat Sasaran
Wawancara adalah tahap penting untuk menggali lebih dalam kemampuan dan karakter kandidat. HR baru seringkali terlalu banyak bertanya hal umum seperti “Ceritakan tentang diri Anda,” yang tidak memberikan informasi relevan.
Wawancara yang baik sebaiknya terstruktur, dengan kombinasi pertanyaan teknis dan perilaku (behavioral). Pertanyaan perilaku menggali bagaimana kandidat menghadapi situasi nyata, sementara pertanyaan teknis menguji skill mereka.
Contoh praktis:
Untuk posisi Sales, HR bertanya:
-
“Ceritakan pengalaman Anda saat menghadapi target penjualan yang sulit. Apa strategi yang Anda gunakan?”
-
“Pernahkah Anda menghadapi klien yang menolak produk? Bagaimana Anda mengubah penolakan menjadi penjualan?”
Pertanyaan ini lebih menggali kemampuan problem-solving dan komunikasi kandidat.
7. Menggunakan Tes Tambahan Bila Diperlukan
Tidak semua posisi membutuhkan tes tambahan, tetapi untuk beberapa peran hal ini penting. Tes membantu memvalidasi keterampilan yang diklaim kandidat.
Namun, HR pemula perlu berhati-hati agar tes tidak terlalu panjang atau tidak relevan. Tes yang berlebihan bisa membuat kandidat kehilangan minat.
Contoh praktis:
-
Programmer: diberikan coding test sederhana, misalnya membuat aplikasi CRUD.
-
Content Writer: diminta menulis artikel 500 kata dengan brief tertentu.
-
Sales: dilakukan roleplay menjual produk ke HR.
Tes ini langsung menunjukkan kemampuan nyata kandidat.
8. Mengecek Referensi Kandidat
Reference check sering dianggap sepele, padahal bisa menjadi penyaring akhir yang penting. HR bisa menghubungi atasan atau kolega lama kandidat untuk memastikan informasi di CV benar adanya.
Reference check juga membantu memahami gaya kerja kandidat: apakah mereka bisa bekerja sama dalam tim, bagaimana etika kerja mereka, dan apakah ada hal yang perlu diwaspadai.
Contoh praktis:
Seorang kandidat Finance mengaku terbiasa membuat laporan bulanan. Setelah HR menghubungi atasan lamanya, diketahui bahwa laporan sering terlambat diserahkan. Informasi ini membuat HR lebih hati-hati sebelum memberikan penawaran.
9. Memberikan Penawaran yang Kompetitif
Setelah menemukan kandidat terbaik, langkah berikutnya adalah memberikan penawaran kerja. HR baru harus memahami standar gaji di industri agar tidak menawar terlalu rendah. Transparansi dan kecepatan juga sangat penting; kandidat berkualitas biasanya punya lebih dari satu tawaran.
Contoh praktis:
Kandidat Marketing mendapat 2 tawaran:
-
Perusahaan A menawarkan gaji Rp8 juta + BPJS.
-
Perusahaan B menawarkan Rp7,5 juta + BPJS, asuransi kesehatan keluarga, dan opsi WFH 2 hari seminggu.
Kandidat akhirnya memilih Perusahaan B karena benefit tambahan lebih menarik.
10. Onboarding yang Efektif
Onboarding adalah tahap akhir sekaligus kunci sukses jangka panjang. HR baru sering mengabaikan tahap ini, padahal onboarding yang buruk membuat karyawan baru merasa tidak diterima dan berpotensi cepat resign.
Onboarding yang baik memperkenalkan budaya perusahaan, sistem kerja, dan membantu karyawan baru membangun koneksi sosial dengan tim.
Contoh praktis:
Perusahaan membuat program onboarding 1 minggu:
-
Hari 1: Orientasi perusahaan & budaya kerja.
-
Hari 2-3: Training software internal.
-
Hari 4: Bertemu tim dan simulasi pekerjaan.
-
Hari 5: Review dengan atasan dan HR.
Hasilnya, karyawan baru lebih cepat beradaptasi dan produktif sejak minggu pertama.
Kesimpulan
Merekrut karyawan berkualitas membutuhkan persiapan matang. HR pemula harus memahami kebutuhan perusahaan, menulis job description yang tepat, memilih kanal rekrutmen yang sesuai, memanfaatkan teknologi ATS, hingga melakukan onboarding yang baik.
Dengan mengikuti langkah-langkah ini, HR dapat memastikan bahwa proses rekrutmen bukan hanya mengisi posisi kosong, tetapi juga menambah nilai bagi perusahaan. Teknologi seperti ATS bisa menjadi teman terbaik HR baru, membantu menghemat waktu sekaligus meningkatkan akurasi rekrutmen.