Potongan Gaji Karyawan untuk BPJS 2025: Persentase, Aturan, & Contoh Perhitungan

Potongan Gaji Karyawan untuk BPJS 2025: Persentase, Aturan, & Contoh Perhitungan

BPJS adalah salah satu elemen penting dalam sistem ketenagakerjaan Indonesia. Program ini tidak hanya hadir sebagai kewajiban hukum, tetapi juga sebagai bentuk perlindungan sosial yang menjamin pekerja dari berbagai risiko. Lewat BPJS, seorang karyawan berhak mendapatkan akses pelayanan kesehatan, dana pensiun, jaminan kecelakaan kerja, hingga santunan bagi keluarga apabila terjadi musibah kematian. Sayangnya, masih banyak karyawan yang belum sepenuhnya memahami bagaimana sistem ini berjalan, khususnya terkait potongan gaji setiap bulannya.

Pertanyaan yang sering muncul adalah: berapa persen gaji saya yang dipotong untuk BPJS? Apakah perusahaan menanggung semua biaya iuran, atau justru karyawan harus menanggung sebagian besar? Kebingungan ini wajar, sebab informasi mengenai persentase iuran sering kali terdengar rumit dan melibatkan banyak istilah teknis. Padahal, memahami potongan gaji untuk BPJS sangat penting, baik bagi karyawan agar tahu hak dan kewajibannya, maupun bagi HR agar bisa menjelaskan dengan transparan.

Artikel ini hadir untuk menjawab pertanyaan tersebut secara lengkap. Kita akan membahas dasar hukum yang mengatur potongan BPJS, rincian potongan untuk BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, berapa total potongan dari gaji karyawan, serta contoh perhitungan nyata dengan simulasi gaji di berbagai level. Selain itu, kita juga akan melihat mengapa potongan ini penting, dan bagaimana HR bisa menjaga transparansi agar tidak menimbulkan salah paham di internal perusahaan. Dengan penjelasan yang komprehensif ini, diharapkan pembaca, khususnya HR dan pemilik usaha, dapat lebih percaya diri dalam mengelola payroll yang melibatkan komponen BPJS.

Baca Juga: Rekomendasi Software Payroll di Indonesia 2025

Dasar Hukum Potongan BPJS

Sebelum masuk ke detail perhitungan, penting bagi HR maupun karyawan untuk memahami bahwa kewajiban potongan gaji untuk BPJS bukan kebijakan sepihak perusahaan, melainkan sudah memiliki dasar hukum yang kuat. Pemerintah Indonesia melalui sejumlah regulasi memastikan bahwa setiap perusahaan wajib mendaftarkan karyawannya ke program BPJS dan melakukan pembayaran iuran secara rutin.

Dasar hukum utama adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). UU ini menegaskan bahwa setiap orang, termasuk pekerja penerima upah, wajib menjadi peserta BPJS. Artinya, perusahaan sebagai pemberi kerja memiliki kewajiban mendaftarkan seluruh karyawannya. Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 yang diperbarui dengan Perpres 111 Tahun 2013 mengatur lebih detail mengenai besaran iuran BPJS Kesehatan.

Untuk BPJS Ketenagakerjaan, dasar hukumnya diatur melalui beberapa peraturan, salah satunya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun. Sementara terkait kepatuhan, ada juga PP Nomor 86 Tahun 2013 yang memberikan sanksi administratif bagi perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban iuran, mulai dari teguran, denda, hingga pencabutan izin usaha.

Dengan adanya regulasi ini, jelas bahwa pemotongan gaji untuk BPJS bukanlah pilihan, melainkan kewajiban hukum. Perusahaan tidak bisa sekadar mengabaikan atau menunda, karena akan berisiko terkena sanksi. Di sisi lain, karyawan juga tidak bisa menolak karena iuran ini merupakan bentuk perlindungan jangka panjang. Memahami dasar hukum ini membantu HR menjelaskan kepada karyawan bahwa potongan gaji mereka memiliki manfaat besar sekaligus dilindungi undang-undang.

Potongan Gaji untuk BPJS Ketenagakerjaan

BPJS Ketenagakerjaan hadir untuk memberi perlindungan finansial kepada pekerja, baik saat masih aktif bekerja maupun setelah pensiun. Program ini memiliki empat jenis jaminan: Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan Kematian (JKM). Dari keempatnya, hanya JHT dan JP yang dipotong langsung dari gaji karyawan, sedangkan JKK dan JKM seluruhnya ditanggung perusahaan.

Pada JHT, iuran yang harus dibayar adalah 5,7% dari gaji bulanan. Beban ini dibagi dua: 3,7% ditanggung perusahaan, sementara karyawan hanya 2%. Potongan 2% inilah yang akan terlihat di slip gaji setiap bulan. JHT berfungsi seperti tabungan yang bisa dicairkan saat karyawan memasuki usia pensiun, terkena PHK, atau memenuhi syarat tertentu.

Sementara itu, JP atau Jaminan Pensiun ditetapkan sebesar 3% dari gaji, dengan batas maksimal gaji yang diperhitungkan Rp 9.559.600 (tahun 2025). Dari total tersebut, 2% ditanggung perusahaan, dan hanya 1% dibayar karyawan. Dana ini nantinya digunakan untuk memberi penghasilan bulanan kepada karyawan setelah pensiun, sehingga tetap ada jaminan finansial meski sudah tidak bekerja.

Jika diringkas, potongan gaji karyawan untuk BPJS Ketenagakerjaan adalah:

  • 2% untuk JHT

  • 1% untuk JP

Totalnya menjadi 3% dari gaji bulanan. Jumlah ini memang terlihat kecil, tetapi manfaatnya sangat besar karena menjadi bentuk perlindungan dan investasi jangka panjang bagi karyawan. Sementara itu, beban terbesar justru ada pada perusahaan karena harus menanggung iuran JKK, JKM, serta sebagian besar dari JHT dan JP.

Potongan Gaji untuk BPJS Kesehatan

Selain BPJS Ketenagakerjaan, setiap karyawan juga wajib terdaftar di BPJS Kesehatan. Program ini memberikan perlindungan biaya kesehatan, baik untuk karyawan maupun keluarganya, sehingga menjadi salah satu manfaat paling nyata yang langsung dirasakan peserta. Namun, seperti halnya program lain, iuran BPJS Kesehatan juga melibatkan potongan dari gaji karyawan.

Besarnya iuran BPJS Kesehatan ditetapkan 5% dari gaji bruto bulanan, dengan batas gaji maksimal yang diperhitungkan adalah Rp 12 juta. Jadi, apabila gaji seorang karyawan melebihi Rp 12 juta, perhitungannya tetap hanya berdasarkan angka Rp 12 juta. Dari total 5% ini, perusahaan menanggung porsi yang lebih besar yaitu 4%, sedangkan karyawan hanya menanggung 1%.

Dengan pembagian ini, potongan yang muncul di slip gaji karyawan untuk BPJS Kesehatan terbilang kecil, yakni hanya 1% dari gaji bulanan. Misalnya:

  • Gaji Rp 3 juta → potongan karyawan Rp 30 ribu

  • Gaji Rp 7 juta → potongan karyawan Rp 70 ribu

  • Gaji Rp 12 juta ke atas → potongan karyawan tetap Rp 120 ribu (karena ada batas maksimum)

Keuntungan dari iuran ini cukup besar. Dengan membayar potongan kecil setiap bulan, karyawan mendapatkan perlindungan kesehatan yang mencakup biaya rawat jalan, rawat inap, hingga tindakan medis besar. Bagi perusahaan, kepesertaan BPJS Kesehatan juga membantu menjaga produktivitas karena karyawan lebih terlindungi ketika sakit.

Dengan kata lain, meskipun ada potongan gaji, manfaat BPJS Kesehatan jauh lebih besar dibanding jumlah yang dipotong. Bagi HR, hal ini penting untuk disampaikan secara transparan, sehingga karyawan memahami bahwa iuran ini adalah bentuk investasi untuk menjaga kesehatan diri dan keluarga mereka.

Baca Juga: Komponen dalam Perhitungan Gaji karyawan di Indonesia

Total Potongan Gaji Karyawan

Setelah memahami rincian BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, kita bisa melihat gambaran total potongan yang langsung diambil dari gaji karyawan. Secara sederhana, karyawan menanggung 2% dari gaji untuk JHT, 1% untuk JP, dan 1% untuk BPJS Kesehatan. Jika dijumlahkan, totalnya adalah 4% dari gaji bulanan.

Sebagai perbandingan, perusahaan sebenarnya menanggung porsi yang lebih besar. Untuk program JHT, JP, JKK, dan JKM di BPJS Ketenagakerjaan, serta 4% iuran BPJS Kesehatan, beban perusahaan bisa mencapai 7–8% dari gaji bulanan karyawan. Artinya, potongan yang ditanggung karyawan sebenarnya lebih kecil dibanding kontribusi perusahaan.

Mari kita lihat dalam angka sederhana. Jika seorang karyawan bergaji Rp 5 juta, potongan yang muncul di slip gajinya adalah Rp 100 ribu untuk JHT, Rp 50 ribu untuk JP, dan Rp 50 ribu untuk BPJS Kesehatan. Total potongan menjadi Rp 200 ribu. Di sisi lain, perusahaan harus mengeluarkan lebih dari Rp 350 ribu untuk menutupi sisanya. Jadi, meskipun karyawan melihat adanya potongan pada slip gaji, sebenarnya perusahaan menanggung biaya yang lebih besar demi perlindungan sosial tersebut.

Penting untuk dicatat bahwa total 4% ini berlaku umum, tetapi ada batas maksimal gaji yang diperhitungkan untuk JP dan BPJS Kesehatan. Misalnya, JP hanya dihitung sampai Rp 9.559.600 dan BPJS Kesehatan hanya sampai Rp 12 juta. Jadi, meskipun gaji karyawan lebih tinggi, potongan tidak akan terus bertambah tanpa batas.

Dengan pemahaman ini, HR bisa lebih mudah menjelaskan kepada karyawan bahwa potongan BPJS bukanlah sekadar beban, melainkan kontribusi bersama antara perusahaan dan pekerja untuk menjamin kesejahteraan jangka panjang.

Contoh Perhitungan Potongan BPJS

Supaya lebih mudah dipahami, mari kita lihat contoh nyata perhitungan potongan BPJS dengan beberapa skenario gaji.

1. Karyawan dengan gaji Rp 3.000.000

  • JHT 2% = Rp 60.000

  • JP 1% = Rp 30.000

  • BPJS Kesehatan 1% = Rp 30.000

    Total potongan karyawan = Rp 120.000. Take-home pay yang diterima = Rp 2.880.000.

2. Karyawan dengan gaji Rp 7.000.000

  • JHT 2% = Rp 140.000

  • JP 1% = Rp 70.000

  • BPJS Kesehatan 1% = Rp 70.000

    Total potongan karyawan = Rp 280.000. Take-home pay yang diterima = Rp 6.720.000.

3. Karyawan dengan gaji Rp 12.000.000

Untuk BPJS Kesehatan, perhitungan maksimal adalah Rp 12 juta. Sedangkan JP dibatasi hanya sampai Rp 9.559.600.

  • JHT 2% = Rp 240.000

  • JP 1% = Rp 95.596

  • BPJS Kesehatan 1% = Rp 120.000

    Total potongan karyawan = Rp 455.596. Take-home pay = Rp 11.544.404.

Dari contoh-contoh di atas terlihat bahwa potongan BPJS semakin besar seiring dengan naiknya gaji, tetapi ada batas maksimal yang membuat potongan tidak terus bertambah. Hal ini penting dipahami oleh karyawan agar mereka tidak salah sangka ketika melihat angka potongan pada slip gaji.

Bagi HR, menampilkan detail potongan ini dalam slip gaji transparan akan membantu mengurangi kebingungan. Dengan begitu, karyawan tahu persis ke mana sebagian kecil dari gajinya dialokasikan, sekaligus memahami manfaat jangka panjang dari iuran tersebut.

Mengapa Potongan BPJS Penting?

Bagi sebagian karyawan, potongan BPJS sering dianggap sekadar pengurang take-home pay. Tidak jarang muncul pertanyaan, “Kenapa gaji saya berkurang setiap bulan?” atau bahkan keluhan karena merasa gaji yang diterima lebih sedikit dari seharusnya. Padahal, potongan ini justru memberikan manfaat besar yang sering kali baru terasa saat karyawan benar-benar membutuhkannya.

Pertama, iuran BPJS Kesehatan memberikan perlindungan biaya medis. Dengan membayar potongan kecil setiap bulan, karyawan mendapatkan akses layanan kesehatan yang jauh lebih terjangkau dibanding harus membayar secara mandiri. Biaya rawat inap, operasi, hingga tindakan medis besar bisa ditanggung BPJS sesuai aturan. Tanpa potongan ini, biaya pengobatan bisa menjadi beban berat bagi karyawan dan keluarganya.

Kedua, program BPJS Ketenagakerjaan seperti JHT dan JP berfungsi sebagai tabungan dan jaminan masa depan. Potongan 2% untuk JHT sebenarnya adalah tabungan pribadi yang bisa dicairkan ketika pensiun atau berhenti bekerja. Sedangkan iuran 1% untuk JP menjamin karyawan tetap mendapatkan penghasilan bulanan setelah pensiun, sehingga mereka tidak kehilangan sumber pendapatan.

Selain itu, meski tidak dipotong dari gaji, program JKK dan JKM yang ditanggung perusahaan juga memberi manfaat langsung. Jika karyawan mengalami kecelakaan kerja atau meninggal dunia, ada perlindungan finansial bagi dirinya maupun keluarga.

Dengan kata lain, potongan BPJS bukanlah “uang hilang”, tetapi investasi sosial dan jaminan jangka panjang. Memahami hal ini penting agar karyawan bisa melihat potongan gaji bukan sebagai beban, melainkan sebagai bentuk perlindungan diri dan keluarga dari risiko di masa depan.

Pentingnya Transparansi bagi HR

Salah satu tantangan terbesar dalam pengelolaan payroll adalah memastikan karyawan memahami potongan yang ada di slip gaji mereka. Tidak sedikit karyawan yang merasa bingung atau bahkan curiga ketika melihat angka potongan BPJS. Beberapa mungkin mengira perusahaan sengaja menahan sebagian gaji tanpa penjelasan. Di sinilah peran HR menjadi sangat penting: menghadirkan transparansi.

Transparansi bukan sekadar menunjukkan angka, tetapi menjelaskan secara sederhana dari mana potongan itu berasal, berapa persentasenya, dan apa manfaatnya bagi karyawan. Misalnya, HR dapat menjelaskan bahwa potongan 2% untuk JHT adalah tabungan hari tua yang kelak bisa dicairkan, atau bahwa iuran 1% untuk BPJS Kesehatan memungkinkan karyawan dan keluarganya mendapat perlindungan biaya rumah sakit. Dengan pemahaman seperti ini, potongan yang semula dianggap “merugikan” bisa dipandang sebagai bentuk investasi.

Teknologi juga bisa membantu mewujudkan transparansi. Banyak perusahaan kini menggunakan software payroll yang otomatis menghitung potongan BPJS sesuai regulasi terbaru. Sistem ini tidak hanya mengurangi risiko salah hitung, tetapi juga menghasilkan slip gaji digital yang jelas, rinci, dan mudah diakses karyawan. Dengan demikian, karyawan bisa melihat langsung perincian gaji kotor, potongan, hingga take-home pay setiap bulannya tanpa harus bertanya-tanya ke HR.

Bagi perusahaan, transparansi ini punya dampak besar. Karyawan yang merasa dihargai dan dilibatkan dalam informasi keuangan cenderung lebih percaya kepada perusahaan. Rasa kepercayaan ini berkontribusi pada hubungan kerja yang sehat, menurunkan potensi konflik, dan mendukung loyalitas jangka panjang. Dengan kata lain, keterbukaan dalam soal potongan BPJS bukan hanya kewajiban administratif, tetapi juga strategi membangun kepercayaan karyawan.

Kesimpulan

Potongan gaji untuk BPJS sering kali dipandang sebelah mata oleh karyawan karena dianggap mengurangi take-home pay. Padahal, potongan ini adalah bagian dari sistem perlindungan sosial yang sangat penting, baik bagi pekerja maupun keluarganya. Berdasarkan aturan tahun 2025, total potongan yang ditanggung karyawan adalah 4% dari gaji bulanan, terdiri dari 2% untuk Jaminan Hari Tua (JHT), 1% untuk Jaminan Pensiun (JP), dan 1% untuk BPJS Kesehatan. Sementara itu, perusahaan justru menanggung porsi lebih besar, yaitu sekitar 7–8% yang mencakup iuran tambahan JHT, JP, serta JKK dan JKM.

Dengan pembagian beban seperti ini, sistem BPJS memastikan ada keadilan antara perusahaan dan karyawan. Potongan kecil yang diambil dari gaji karyawan tiap bulan sebenarnya memberi manfaat jauh lebih besar, mulai dari tabungan masa depan, jaminan penghasilan pensiun, hingga perlindungan biaya kesehatan. Bahkan dalam situasi darurat seperti kecelakaan kerja atau kematian, manfaat BPJS dapat menjadi penyelamat finansial bagi keluarga karyawan.

Bagi HR, memahami detail potongan BPJS bukan hanya soal kepatuhan hukum, tetapi juga tentang transparansi dan komunikasi. Menyampaikan informasi ini dengan jelas akan membantu karyawan menerima potongan tersebut dengan lebih tenang, karena mereka tahu manfaat yang akan didapatkan. Dengan dukungan software payroll modern, HR bisa mengurangi risiko salah hitung sekaligus memberikan slip gaji yang transparan dan mudah dipahami.

Pada akhirnya, potongan BPJS adalah bentuk investasi sosial bersama. Karyawan berkontribusi sebagian, perusahaan menanggung porsi yang lebih besar, dan hasilnya adalah jaminan perlindungan menyeluruh yang mendukung kesejahteraan pekerja. Dengan pemahaman yang tepat, potongan ini bukan lagi dianggap beban, melainkan bukti nyata komitmen perusahaan terhadap masa depan karyawannya.

FAQ Potongan Gaji Karyawan untuk BPJS

1. Gaji 3 juta dipotong BPJS berapa?

Untuk gaji Rp 3.000.000, potongan karyawan meliputi 2% JHT = Rp 60.000, 1% JP = Rp 30.000, dan 1% BPJS Kesehatan = Rp 30.000. Total potongan = Rp 120.000. Take-home pay yang diterima menjadi Rp 2.880.000.

2. Gaji 5 juta potongan BPJS berapa?

Jika gaji Rp 5.000.000, maka potongan karyawan terdiri dari JHT 2% = Rp 100.000, JP 1% = Rp 50.000, dan BPJS Kesehatan 1% = Rp 50.000. Total potongan yang muncul di slip gaji adalah Rp 200.000 per bulan.

3. Gaji 7 juta potongan BPJS berapa?

Dengan gaji Rp 7.000.000, potongan karyawan untuk BPJS adalah JHT Rp 140.000, JP Rp 70.000, dan BPJS Kesehatan Rp 70.000. Totalnya Rp 280.000 per bulan, sehingga take-home pay karyawan menjadi Rp 6.720.000.

4. Apakah gaji di atas 12 juta tetap dipotong BPJS?

Ya, tetap dipotong, tetapi ada batas maksimal perhitungan. Untuk BPJS Kesehatan, batasnya Rp 12 juta, sehingga potongan karyawan maksimal Rp 120.000. Untuk JP, batas gaji yang dihitung adalah Rp 9.559.600, sehingga potongan maksimal sekitar Rp 95.596. Jadi meskipun gaji lebih tinggi, potongan tidak bertambah tanpa batas.

Table of Contents

Share the Post:

Related Posts

Ilustrasi burnout kerja.

Burnout Kerja: Pengertian, Penyebab dan Bahaya Bagi Perusahaan

Burnout kerja menjadi topik yang tengah mendapat perhatian khusus dalam dunia profesional. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu tetapi juga dapat berdampak signifikan pada keseluruhan kinerja dan kesehatan perusahaan. Fenomena yang berkaitan dengan dimensi psikologi karyawan ini disebabkan oleh berbagai faktor yang berkaitan dengan lingkungan dan manajemen kerja. Memahami

Baca Selengkapnya...
Ilustrasi walk in interview.

Cek Keunggulan Walk in Interview vs Wawancara Terjadwal

Dalam dunia rekrutmen, perusahaan memiliki berbagai strategi untuk menemukan kandidat terbaik. Dua metode yang sering digunakan adalah walk in interview dan wawancara terjadwal. Kedua metode ini menawarkan keunggulan dan kelemahan tersendiri, tergantung pada kebutuhan serta situasi perusahaan. Jika Anda bagian dari tim rekrutmen di perusahaan berskala besar, memahami perbedaan serta

Baca Selengkapnya...