Di dunia bisnis yang bergerak cepat, kebutuhan tenaga kerja bisa melonjak dalam waktu singkat. Perusahaan retail, manufaktur, hospitality, hingga startup sering menghadapi situasi di mana mereka harus merekrut ratusan bahkan ribuan karyawan hanya dalam hitungan minggu. Inilah yang disebut dengan mass hiring atau rekrutmen volume tinggi.
Mass hiring bukanlah sekadar memperbanyak iklan lowongan. Proses ini menuntut perencanaan matang, koordinasi lintas divisi, serta penggunaan teknologi agar semua berjalan efektif. Jika dilakukan tanpa strategi, HR akan kewalahan menghadapi ribuan lamaran, risiko salah rekrut meningkat, dan operasional bisnis bisa terganggu. Namun, jika direncanakan dengan baik, mass hiring justru bisa menjadi momentum memperkuat employer branding sekaligus membangun talent pool jangka panjang.
Artikel ini akan membahas apa itu mass hiring, tantangan yang biasanya muncul, strategi yang terbukti efektif, tips praktis yang bisa langsung diterapkan, hingga contoh kasus nyata yang bisa dijadikan inspirasi oleh HR di Indonesia.
Apa Itu Mass Hiring?
Mass hiring adalah proses rekrutmen di mana perusahaan harus mengisi banyak posisi dalam waktu yang relatif singkat. Berbeda dengan rekrutmen reguler yang biasanya fokus pada beberapa posisi spesifik, mass hiring melibatkan jumlah besar dengan jenis pekerjaan beragam.
Situasi ini biasanya muncul saat perusahaan membuka cabang baru, menghadapi musim ramai seperti liburan akhir tahun, menjalankan proyek skala besar, atau ketika startup sedang ekspansi agresif. Prosesnya tidak bisa disamakan dengan perekrutan sehari-hari, karena HR dituntut menemukan keseimbangan antara kecepatan, efisiensi, dan kualitas kandidat.
Tantangan dalam Mass Hiring
Mass hiring adalah ujian bagi tim HR. Volume lamaran yang sangat tinggi sering kali menjadi kendala utama. Dalam satu iklan lowongan, perusahaan bisa menerima ribuan CV hanya dalam beberapa hari. Jika semua diproses manual, HR bisa menghabiskan waktu berminggu-minggu hanya untuk screening awal.
Selain itu, waktu yang tersedia biasanya terbatas. Posisi harus segera diisi agar bisnis tidak terganggu. Misalnya, perusahaan retail yang membuka cabang baru sebelum lebaran harus memastikan ratusan kasir dan pramuniaga sudah siap bekerja tepat waktu.
Kualitas kandidat juga sangat beragam. Banyaknya pelamar bukan berarti semua sesuai kebutuhan. Tanpa sistem yang rapi, HR berisiko meloloskan kandidat yang kurang cocok. Tantangan lain adalah koordinasi internal. Mass hiring melibatkan banyak divisi dan posisi sekaligus, sehingga HR harus memastikan supervisor, manajer, hingga tim operasional berada pada jalur yang sama.
Tidak kalah penting adalah menjaga pengalaman kandidat. Proses yang lambat, rumit, atau tidak transparan bisa membuat kandidat frustrasi. Lebih buruk lagi, mereka bisa menyebarkan pengalaman negatif tersebut di media sosial, yang pada akhirnya merugikan citra perusahaan.
Strategi Efektif Mass Hiring
Menggunakan Teknologi Rekrutmen
Di era digital, mengandalkan cara manual tidak lagi realistis. Applicant Tracking System (ATS) adalah salah satu solusi utama. Dengan ATS dari Jobseeker, ribuan CV bisa difilter otomatis berdasarkan kriteria seperti pendidikan, keterampilan, dan pengalaman. Bahkan ada aplikasi rekrutmen seperti Jobseeker App yang memudahkan kandidat melamar hanya lewat smartphone. Hal ini bukan hanya mempercepat proses, tetapi juga meningkatkan kenyamanan kandidat.
Menyusun Job Posting yang Jelas dan Konsisten
Dalam mass hiring, konsistensi adalah kunci. Semua lowongan harus ditulis dengan format seragam agar kandidat tidak bingung. Deskripsi pekerjaan perlu singkat, jelas, dan fokus pada hal-hal praktis: lokasi kerja, jam kerja, kisaran gaji, dan benefit utama. Job posting yang terlalu panjang atau penuh jargon bisa mengurangi minat kandidat.
Baca Juga: Cara Membuat Job Description yang Benar dan Efektif
Merekrut Melalui Multi-Channel
Ketika targetnya adalah menjaring kandidat dalam jumlah besar, HR tidak boleh bergantung pada satu kanal saja. Job portal besar Indonesia seperti Jobseeker App, Jobstreet dan Indeed bisa digunakan untuk posisi supervisor atau manajerial, sementara Glints, Kalibrr, atau TopKarir efektif untuk menjaring kandidat muda. Media sosial seperti Instagram dan TikTok juga sangat berguna untuk menarik Gen Z, apalagi dengan konten kreatif berupa video singkat atau testimoni karyawan.
Membuat Screening Bertahap
Alih-alih membaca semua lamaran sekaligus, HR bisa membuat tahapan seleksi yang efisien. Screening awal dilakukan dengan ATS, kemudian dilanjutkan dengan tes online sederhana untuk menilai keterampilan dasar. Dari sana, kandidat yang lolos bisa mengikuti wawancara kelompok atau assessment center. Dengan sistem bertahap ini, ribuan kandidat bisa dipersempit menjadi ratusan bahkan puluhan yang relevan.
Membentuk Tim Rekrutmen Khusus
Mass hiring tidak bisa dijalankan oleh tim HR reguler saja. Dibutuhkan tim khusus dengan pembagian tugas yang jelas, mulai dari posting lowongan, screening, wawancara, hingga administrasi. Jika tim internal terbatas, perusahaan bisa bekerja sama dengan agen outsourcing untuk mempercepat proses.
Menjaga Pengalaman Kandidat
Meskipun fokusnya kuantitas, pengalaman kandidat tetap harus diperhatikan. Proses lamaran yang mudah, komunikasi yang jelas, serta feedback cepat akan membuat kandidat merasa dihargai. Bahkan bagi yang tidak lolos, pengalaman positif ini bisa membuat mereka tetap tertarik melamar di masa depan.
Mengadakan Job Fair dan Walk-in Interview
Untuk posisi non-white-collar, cara paling cepat menjaring kandidat adalah job fair dan walk-in interview. Kandidat bisa langsung datang, mengisi formulir, dan mengikuti wawancara singkat di tempat. Metode ini banyak digunakan di industri hospitality, retail, dan event.
Membangun Talent Pool
Mass hiring bisa dimanfaatkan untuk jangka panjang dengan membangun database kandidat. Mereka yang belum lolos tetap bisa disimpan datanya untuk kebutuhan rekrutmen berikutnya. Dengan begitu, setiap kali ada kebutuhan serupa, HR tidak perlu memulai dari nol.
Contoh Kasus
Sebuah perusahaan retail nasional di Indonesia membuka 50 cabang baru menjelang akhir tahun. Mereka membutuhkan sekitar 3.000 karyawan, mulai dari kasir, pramuniaga, hingga supervisor, dan hanya punya waktu dua bulan untuk mengisi semua posisi.
Perusahaan ini menggunakan strategi multi-channel: lowongan supervisor dipasang di Jobstreet, posisi kasir dan pramuniaga dipromosikan melalui TopKarir dan Instagram, sementara Jobseeker App dipakai untuk menjaring pekerja kasual. Screening awal dilakukan lewat tes online sederhana, kemudian kandidat terbaik diundang ke job fair di lima kota besar.
Dalam dua bulan, seluruh posisi berhasil terisi. Turnover pada tiga bulan pertama relatif rendah karena HR berhasil memilih kandidat yang lebih sesuai. Proses onboarding juga lebih lancar karena perusahaan menggunakan ATS untuk menyimpan data kandidat dan mengatur administrasi dengan lebih rapi.
Kesimpulan
Mass hiring adalah tantangan besar sekaligus peluang bagi perusahaan. Proses ini membutuhkan perencanaan matang, penggunaan teknologi yang tepat, strategi multi-channel, serta perhatian terhadap pengalaman kandidat. HR yang hanya fokus pada kecepatan tanpa mempertimbangkan kualitas bisa berisiko mengalami turnover tinggi.
Namun, jika strategi dijalankan dengan baik, mass hiring bisa menjadi cara efektif tidak hanya untuk mengisi posisi kosong, tetapi juga membangun employer branding yang kuat dan talent pool untuk masa depan. Di tahun 2025, kunci sukses mass hiring adalah kombinasi efisiensi dan pengalaman kandidat. Perusahaan yang mampu menyeimbangkan keduanya akan lebih unggul dalam perebutan talenta di pasar kerja yang semakin kompetitif.