Gaji adalah salah satu elemen terpenting dalam hubungan kerja antara perusahaan dan karyawan. Bagi karyawan, gaji menjadi sumber penghasilan utama untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bagi perusahaan, gaji adalah bentuk penghargaan sekaligus kewajiban hukum atas kontribusi karyawan. Namun, perhitungan gaji karyawan di Indonesia tidak sesederhana angka pokok yang dibayarkan setiap bulan. Ada berbagai komponen yang wajib dan opsional, mulai dari gaji pokok, tunjangan, lembur, hingga potongan pajak dan iuran BPJS.
Banyak perusahaan masih melakukan proses payroll secara manual, yang berisiko menimbulkan kesalahan perhitungan. Padahal, kesalahan dalam gaji bisa memengaruhi kepuasan kerja karyawan dan bahkan menimbulkan masalah hukum. Karena itu, memahami setiap komponen dalam perhitungan gaji menjadi sangat penting, terutama bagi HR atau pemilik usaha.
Artikel ini akan membahas komponen utama dalam perhitungan gaji karyawan di Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku. Mulai dari gaji pokok, tunjangan tetap dan tidak tetap, lembur, hingga potongan yang meliputi pajak penghasilan (PPh 21) dan BPJS. Dengan memahami detail ini, perusahaan dapat memastikan proses payroll berjalan adil, transparan, dan sesuai regulasi.
Untuk perusahaan yang ingin lebih praktis, penggunaan software payroll dalam Rekomendasi Software Payroll di Indonesia bisa membantu mengotomasi semua komponen ini secara akurat.
1. Gaji Pokok
Gaji pokok adalah komponen utama yang wajib dibayarkan perusahaan kepada karyawan sebagai imbalan atas pekerjaan yang dilakukan. Berdasarkan regulasi ketenagakerjaan di Indonesia, gaji pokok biasanya minimal 75% dari total upah yang diterima karyawan. Besaran gaji pokok ditentukan melalui kesepakatan kerja antara karyawan dan perusahaan, serta harus sesuai dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang berlaku.
Gaji pokok inilah yang menjadi dasar bagi perhitungan komponen lain, seperti tunjangan, lembur, dan potongan pajak. Misalnya, saat menghitung upah lembur, perusahaan menggunakan gaji pokok sebagai acuan utama. Begitu juga dengan iuran BPJS dan PPh 21, sebagian besar dihitung berdasarkan gaji pokok ditambah komponen tertentu lainnya.
Penting bagi HR untuk memastikan gaji pokok sesuai dengan regulasi. Jika perusahaan membayar di bawah UMP/UMK, bisa dikenakan sanksi hukum. Di sisi lain, perusahaan juga harus adil dan kompetitif dalam menentukan gaji pokok agar mampu menarik serta mempertahankan talenta terbaik.
Contoh:
Seorang karyawan di Jakarta dengan UMP 2025 sebesar Rp5.300.000 harus menerima gaji pokok minimal 75% dari total upahnya. Jika total upahnya Rp6.000.000, maka gaji pokok setidaknya Rp4.500.000.
Untuk memastikan gaji pokok sesuai standar, HR bisa mengandalkan software payroll yang otomatis memperbarui regulasi UMP/UMK terbaru.
2. Tunjangan Tetap dan Tidak Tetap
Selain gaji pokok, perusahaan biasanya memberikan tunjangan sebagai tambahan penghasilan. Tunjangan dibagi menjadi dua kategori: tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap.
-
Tunjangan tetap adalah tunjangan yang dibayarkan rutin setiap bulan dalam jumlah yang sama, tidak bergantung pada kehadiran atau performa. Contoh: tunjangan transportasi, tunjangan jabatan, atau tunjangan makan tetap. Tunjangan ini termasuk dalam komponen upah yang diperhitungkan untuk lembur dan potongan.
-
Tunjangan tidak tetap adalah tunjangan yang diberikan tidak secara rutin atau bergantung pada kondisi tertentu. Contoh: uang makan per hari hadir, uang lembur, atau tunjangan transportasi harian.
Kedua jenis tunjangan ini sering kali membedakan antara perusahaan satu dengan yang lain. Beberapa perusahaan memberi tunjangan besar untuk menarik karyawan, sementara yang lain lebih menekankan gaji pokok. Namun, menurut ketentuan, komposisi gaji pokok dan tunjangan tetap minimal 75% dari total gaji.
Tunjangan juga berfungsi sebagai alat motivasi. Misalnya, tunjangan kinerja diberikan berdasarkan pencapaian target. Hal ini bisa meningkatkan produktivitas karena karyawan merasa diapresiasi.
Contoh:
Seorang karyawan menerima gaji pokok Rp4.500.000, tunjangan transportasi tetap Rp500.000, dan uang makan harian Rp30.000 per hari hadir. Jika bulan tersebut hadir penuh (22 hari), total tunjangan makan Rp660.000. Maka gaji total sebelum potongan adalah Rp5.660.000.
3. Upah Lembur
Selain gaji pokok dan tunjangan, komponen penting dalam perhitungan gaji karyawan di Indonesia adalah upah lembur. Lembur terjadi ketika karyawan bekerja melebihi jam kerja normal yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Di Indonesia, jam kerja normal ditetapkan 7 jam per hari (6 hari kerja dalam seminggu) atau 8 jam per hari (5 hari kerja dalam seminggu). Jika karyawan bekerja melebihi batas ini, maka perusahaan wajib membayar upah lembur sesuai aturan.
Dasar perhitungan upah lembur biasanya menggunakan gaji pokok ditambah tunjangan tetap, yang kemudian dibagi 173 (jumlah rata-rata jam kerja per bulan). Dari angka dasar ini, tarif lembur dihitung berdasarkan jumlah jam lembur yang dikerjakan:
Sebagai contoh, seorang karyawan dengan gaji pokok + tunjangan tetap Rp6.000.000 per bulan memiliki upah sejam: Rp6.000.000 ÷ 173 = ±Rp34.682. Jika ia bekerja lembur 2 jam, maka perhitungannya:
Jumlah ini kemudian ditambahkan ke gaji bulanan karyawan sebagai komponen pendapatan tambahan.
Transparansi dalam perhitungan lembur sangat penting. Banyak perselisihan antara karyawan dan perusahaan berawal dari ketidakjelasan soal lembur. Karena itu, HR perlu memastikan bahwa perhitungan sesuai regulasi dan hasilnya tercantum jelas di slip gaji.
Dengan software payroll modern, perhitungan lembur bisa dilakukan otomatis berdasarkan aplikasi absensi online. Ini mengurangi risiko salah hitung sekaligus membuat proses lebih cepat.
4. Potongan Pajak Penghasilan (PPh 21)
Dalam perhitungan gaji karyawan di Indonesia, Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) adalah salah satu komponen potongan yang wajib diperhitungkan. PPh 21 merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, tunjangan, honorarium, atau pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan. Perusahaan berperan sebagai pemotong sekaligus penyetor pajak, sehingga tanggung jawab ini harus dijalankan dengan teliti agar tidak menimbulkan masalah hukum.
Dasar penghitungan PPh 21 adalah penghasilan bruto karyawan dikurangi biaya jabatan, iuran pensiun (jika ada), dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). PTKP ditentukan berdasarkan status pernikahan dan jumlah tanggungan karyawan. Misalnya, karyawan lajang mendapat PTKP Rp54.000.000 per tahun, sedangkan karyawan menikah dengan dua anak akan mendapat PTKP lebih tinggi.
Contoh sederhana: seorang karyawan menerima gaji pokok + tunjangan tetap Rp6.000.000 per bulan (Rp72.000.000 per tahun). Setelah dikurangi PTKP Rp54.000.000, penghasilan kena pajak adalah Rp18.000.000 per tahun. Tarif PPh 21 yang berlaku progresif akan dikenakan pada penghasilan ini. Untuk lapisan pertama (sampai Rp60.000.000), tarifnya 5%. Maka pajak terutang per tahun adalah Rp900.000 atau Rp75.000 per bulan. Jumlah ini dipotong langsung dari gaji karyawan.
Karena peraturan pajak bisa berubah setiap tahun, HR perlu selalu memperbarui informasi tarif dan PTKP terbaru. Kesalahan dalam pemotongan PPh 21 dapat merugikan karyawan dan menimbulkan sanksi bagi perusahaan.
5. BPJS Kesehatan
Selain gaji pokok, tunjangan, lembur, dan pajak, salah satu komponen penting dalam perhitungan gaji karyawan di Indonesia adalah iuran BPJS Kesehatan. Program ini merupakan jaminan sosial yang wajib diikuti oleh seluruh pekerja di Indonesia, baik di perusahaan besar maupun usaha kecil. Tujuannya adalah memberikan perlindungan kesehatan bagi karyawan dan keluarganya.
Sesuai regulasi, iuran BPJS Kesehatan ditetapkan sebesar 5% dari gaji bulanan, dengan pembagian 4% ditanggung oleh perusahaan dan 1% ditanggung oleh karyawan. Namun, ada batas maksimal gaji yang dijadikan dasar perhitungan, yaitu Rp12.000.000 (per 2025). Artinya, meskipun gaji karyawan lebih dari Rp12.000.000, perhitungan iuran tetap didasarkan pada angka tersebut.
Contoh perhitungan:
Iuran karyawan sebesar Rp80.000 inilah yang dipotong dari gaji bulanan mereka.
Manfaat BPJS Kesehatan cukup luas, mulai dari layanan rawat jalan, rawat inap, operasi, hingga obat-obatan sesuai ketentuan. Dengan kepesertaan aktif, karyawan merasa lebih aman karena memiliki jaminan kesehatan yang terjangkau.
Bagi HR, memastikan kepatuhan iuran BPJS Kesehatan sangat penting. Jika perusahaan lalai membayar iuran, bukan hanya karyawan yang dirugikan karena layanan kesehatan bisa terganggu, tetapi perusahaan juga bisa dikenakan sanksi administratif hingga denda.
6. BPJS Ketenagakerjaan
Selain BPJS Kesehatan, karyawan di Indonesia juga wajib terdaftar dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Program ini memberikan perlindungan sosial terkait risiko kerja, kehilangan pekerjaan, maupun persiapan hari tua. Iurannya dibagi antara perusahaan dan karyawan sesuai ketentuan yang berlaku. Ada beberapa jenis program dalam BPJS Ketenagakerjaan yang memengaruhi perhitungan gaji bulanan:
-
Jaminan Hari Tua (JHT) – sebesar 5,7% dari gaji bulanan (3,7% ditanggung perusahaan, 2% ditanggung karyawan). Dana ini dikumpulkan dan dapat dicairkan saat karyawan pensiun, resign, atau terkena PHK.
-
Jaminan Pensiun (JP) – sebesar 3% dari gaji, dengan porsi 2% dibayar perusahaan dan 1% oleh karyawan. Iuran ini memiliki batas upah tertentu (±Rp9,8 juta per 2025).
-
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) – ditanggung penuh oleh perusahaan dengan persentase 0,24% hingga 1,74% tergantung tingkat risiko pekerjaan.
-
Jaminan Kematian (JKM) – sebesar 0,3% dari gaji, sepenuhnya dibayar oleh perusahaan.
Contoh perhitungan untuk karyawan dengan gaji Rp8.000.000 per bulan:
-
JHT: 5,7% × Rp8.000.000 = Rp456.000 (Rp296.000 perusahaan + Rp160.000 karyawan)
-
JP: 3% × Rp8.000.000 = Rp240.000 (Rp160.000 perusahaan + Rp80.000 karyawan)
-
JKK: misal 0,24% × Rp8.000.000 = Rp19.200 (ditanggung perusahaan)
-
JKM: 0,3% × Rp8.000.000 = Rp24.000 (ditanggung perusahaan)
Total potongan karyawan: Rp240.000 (JHT + JP). Sementara perusahaan menanggung lebih besar karena mencakup JHT, JP, JKK, dan JKM.
Kepatuhan membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan penting agar karyawan terlindungi. Manfaatnya nyata, mulai dari santunan kecelakaan kerja hingga dana pensiun yang bisa digunakan di masa depan.
7. Tunjangan dan Potongan Lain
Selain komponen utama seperti gaji pokok, tunjangan tetap, lembur, pajak, dan BPJS, perhitungan gaji karyawan di Indonesia juga bisa mencakup berbagai tunjangan tambahan dan potongan lain. Komponen ini umumnya fleksibel dan bergantung pada kebijakan perusahaan, industri, maupun kondisi kerja masing-masing karyawan.
Tunjangan Tambahan
Beberapa perusahaan memberikan bonus atau insentif sebagai bentuk apresiasi atas kinerja karyawan. Bonus bisa diberikan tahunan, per kuartal, atau bahkan bulanan. Ada juga Tunjangan Hari Raya (THR) yang wajib diberikan sekali setahun menjelang hari raya keagamaan. THR besarannya minimal satu kali gaji bulanan untuk karyawan dengan masa kerja satu tahun atau proporsional jika kurang dari itu.
Selain itu, perusahaan bisa memberikan tunjangan opsional seperti:
-
Tunjangan kesehatan tambahan di luar BPJS.
-
Uang transportasi untuk perjalanan dinas.
-
Tunjangan makan harian bagi karyawan yang lembur.
Tunjangan ini meningkatkan motivasi sekaligus menjadi strategi retensi karyawan.
Potongan Lain
Selain PPh 21 dan BPJS, karyawan juga bisa mengalami potongan lain tergantung kebijakan perusahaan. Misalnya:
-
Potongan pinjaman karyawan, jika perusahaan menyediakan fasilitas pinjaman.
-
Potongan koperasi, untuk karyawan yang menjadi anggota koperasi perusahaan.
-
Potongan denda, misalnya karena keterlambatan mengembalikan inventaris atau pelanggaran aturan tertentu.
Contoh: Seorang karyawan dengan gaji total Rp7.000.000 mendapat bonus Rp500.000 bulan ini, tetapi juga dipotong Rp200.000 untuk cicilan pinjaman internal. Maka total pendapatan sebelum potongan pajak dan BPJS adalah Rp7.500.000 – Rp200.000 = Rp7.300.000.
Meski sifatnya fleksibel, transparansi tetap penting. Semua tunjangan dan potongan harus tercatat dalam slip gaji agar tidak menimbulkan perselisihan.
8. Take Home Pay
Semua komponen gaji yang sudah dibahas sebelumnya pada akhirnya bermuara pada satu hal yang paling ditunggu-tunggu karyawan setiap bulan: Take Home Pay (THP). Istilah ini merujuk pada jumlah bersih gaji yang benar-benar diterima karyawan setelah semua tunjangan ditambahkan dan semua potongan dikurangi. THP mencerminkan nilai aktual yang masuk ke rekening karyawan.
Rumus sederhana THP adalah:
Take Home Pay = Gaji Pokok + Tunjangan + Lembur + Bonus – Potongan (PPh 21, BPJS, pinjaman, dll).
Misalnya, seorang karyawan dengan komponen berikut:
-
Gaji pokok: Rp4.500.000
-
Tunjangan tetap: Rp500.000
-
Tunjangan tidak tetap (uang makan harian 22 hari × Rp30.000): Rp660.000
-
Lembur: Rp200.000
-
Bonus bulan ini: Rp500.000
Total pendapatan bruto = Rp6.360.000
Potongan:
-
PPh 21: Rp75.000
-
BPJS Kesehatan: Rp80.000
-
BPJS Ketenagakerjaan (JHT + JP): Rp240.000
-
Pinjaman karyawan: Rp200.000
Total potongan = Rp595.000
Maka Take Home Pay = Rp6.360.000 – Rp595.000 = Rp5.765.000
Angka inilah yang akan ditransfer ke rekening karyawan pada akhir periode payroll.
Transparansi THP sangat penting untuk menjaga kepercayaan karyawan. Slip gaji harus menampilkan semua komponen pendapatan dan potongan dengan jelas. Jika ada bonus, lembur, atau potongan pinjaman, semuanya perlu dicatat agar karyawan memahami perhitungan gaji mereka.
Kesimpulan
Perhitungan gaji karyawan di Indonesia melibatkan banyak komponen, bukan hanya gaji pokok. Mulai dari tunjangan tetap dan tidak tetap, lembur, potongan pajak PPh 21, hingga iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, semuanya harus dihitung dengan cermat. Ditambah lagi adanya tunjangan opsional seperti bonus, THR, dan insentif, serta potongan tambahan seperti cicilan pinjaman karyawan. Semua elemen ini pada akhirnya memengaruhi besaran Take Home Pay (THP) yang diterima karyawan setiap bulan.
Bagi karyawan, transparansi gaji adalah hak yang penting. Mereka ingin memahami bagaimana angka akhir THP dihitung dan apa saja faktor yang menambah atau mengurangi gaji mereka. Bagi perusahaan, memastikan semua komponen dihitung dengan benar bukan hanya soal menjaga kepuasan karyawan, tetapi juga kewajiban hukum. Kesalahan dalam pembayaran gaji bisa memicu perselisihan tenaga kerja, menurunkan moral karyawan, hingga berujung pada sanksi hukum.
Mengelola perhitungan gaji secara manual sering kali berisiko menimbulkan kesalahan. Karena itu, banyak perusahaan kini beralih ke software payroll atau HRIS modern yang dapat menghitung otomatis seluruh komponen gaji. Dengan integrasi ke modul absensi, cuti, dan ESS (Employee Self-Service), proses payroll menjadi lebih cepat, akurat, dan transparan.
Kesimpulannya, memahami komponen gaji secara mendalam adalah fondasi dari manajemen SDM yang sehat. Bagi HR, pengetahuan ini penting agar bisa menjelaskan kepada karyawan dengan jelas dan menjaga kepercayaan mereka. Bagi perusahaan, akurasi dalam payroll mencerminkan profesionalisme sekaligus kepatuhan hukum.